RSS

Arsip Tag: pemecahan

PROBLEMA BERPACARAN DAN PEMECAHANNYA **

Naluri berpasangan dengan yang lain jenis alias berpacaran merupakan keinginan yang luhur yang diciptakan Allah, karena itu harus didasari dengan maksud yang sungguh-sungguh hendak melanjutkannya kemaligai pernikahan, membentuk rumah tangga yang sesui dengan kehendak Ilahi. Jadi bukan coba-coba atau karena malu dengan teman yang sudah memiliki pasangan lebih dahulu.

Sekalipun begitu, janganlah berpikir bahwa dengan modal “cinta”, percintaan akan berjalan dengan mulus, indah tanpa persoalan. Jika itu yang menjadi landasan keinginan luhur anda, pasti tidak lama hubungan itu akan retak. Hubungan seperti ini dapat dilukiskan bagaikan mendirikan menara di atas pasir, sekalipun memiliki selera tinggi, indah, dengan bayangan yang gemerlapan, sebentar akan roboh apabila angin menerpanya.

Pemuda-Pemudi yang hendak atau sedang bepacaran harus mulai memikirkan tantangan awal yang akan dihadapi. Contohnya: mungkin orang tua tidak menyetujui; calon pacar anda berbeda keyakinan; ia berasal dari suku lain; bagaimana menghadapi adat-istiadat masing-masing; usia berbeda jauh-lebih tua atau lebih muda; dia anak orang kaya atau miskin, terhormat atau pegawai rendahan; dapatkah dia nanti meluangkan waktu untuk mengadakan pertemuan-pertemuan di luar rumah; sudah bekerja atau masih menganggur; ia masih bergantung pada orang tua, masih kuliah sambil bekerja; termasuk malas atau giat, pandai atau bodoh, memiliki latar belakang baik atau buruk. Kita wajib mengetahui seluruhnya, bukan bermaksud mencari, namun menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dan penyesuaian semasa masih berpacaran. Tidak hanya berkata “mau”, “oke”, menerima begitu saja dan tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan persoalan yang akan muncul dalam pernikahan.
Setiap orang tentu menginginkan pasangan dan keluarga yang ideal, hal itu perlu ditanamkan dengan betul dalam hati kedua belah pihak, sebab yang ideal tidak begitu saja datang setelah keduanya turun dari pelaminan, atau dibentuk dalam tiga bulan sementara berbulan madu. Justeru setelah turun dari pelaminan anda akan melihat hal-hal yang tidak ideal, karena yang ideal masih dalam sifat masing-masing untuk disatukan dalam puluhan tahun hidup pernikahan anda. Jadi, pasangan muda-mudi yang dikatakan ideal adalah mereka yang melanjutkan dalam pernikahan dan berani menghadapi tantangan dan tidak nikah lagi sampai keduanya di panggil Tuhan. Sebab keduanya saling mempertahankan derajat pernikahannya di depan umum serta keluarganya sendiri.

Problema yang sering menjadi hambatan bagi pasangan mudi-mudi yang bermaksud untuk menikah, baik hambatan itu dari keluarga maupun diri sendiri, dari lingkungan atau orang lain, seperti beberapa poit di bawah ini:

a. Tidak disetujui atau direstui oleh Orang Tua.
Banyak kasus bunuh diri antara pemuda-pemudi yang sedang dimabuk asmara. Mereka mencari jalan pintas lantaran orang tua atau salah dari kedua orang tua tidak merestui hubungan mereka. Tidak sedikit pula yang mengambil jalan sendiri menikah di kota lain tanpa diketahui orang tua alias kawin lari. Ada pula yang memaksa orang tua untuk merestui hubungan dan pernikahan anaknya, karena alasan macam-macam menurut keinginannya, atau bahkan sudah kecelakaan (Marriage By Accident) akibat semau gue.
Bagaimana kalau anda sendiri yang menghadapi problema ini. Kalian harus perlu membaca dan merenungkan Firman Tuhan sebagai kompas rencana ini. “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” (Kolose 3:20). Sebab itu jangan takut atau malu minta ijin orang tua, sekalipun mereka tidak memiliki kekayaan yang cukup, bukan pejabat tinggi, bukan tergolong orang pandai, bahkan dianggap masih kuno. Mereka perlu dihormati, bahkan merasa bangga jika anaknya bisa menikah dengan orang lain yang lebih terhormat, setidaknya mengangkat derajat keluarganya sendiri. Mereka perlu dihormati karena sedikitnya sudah memiliki pengalaman dalam berkeluarga.
Jadi, kalau oran tua melarang hubungan kalian, tentu ada alasan. Perlu bertanya pada diri, Mengapa.?? Mungkin anda belum pernah menceritakan perihal pacar anda secara terbuka, sehingga orang tua tidak tahu hal-hal yang baik dalam diri si dia, mengapa anda sendiri mengambil dan mencintai si dia. Mungkin juga sebaliknya, orang tua lebih tahu tentang keluarga, latar belakang serta kehidupan, sifat-sifat kekasih anda daripada anda sendiri. Lebih baik menceriterakan secara terbuka dan sekaligus minta restu, agar orang tua turut memperhatikan, akrab, jika berdua bertandang ke rumah orang tua masing-masing mereka dapat menyambut lagi bukan seperti orang lain, melainkan sudah menjadi seperti keluarga sendiri.
Satu pertanyaan yang harus dijawab, bolehkah menolak nasihat, saran orang tua sehubungan dengan tidak disetujuinya hubungan anda. Boleh saja anda menolak jika hal itu tidak sesuai dengan Alkitab. “Hai anak-anak, taatilah orang tua di dalam Tuhan, karena haruslah demikian “(Efesus 6:1). Mengapa Alkitab harus menjadi landasan utama dalam pernikahan. Dengan menikah Tuhan mengharapkan kehidupan rohani kita menjadi lebih baik, bertaumbuh dan berkembangan secara harmonis.

b. Perbedaan Suku, Adat, dan Agama.

Tidak ada Undang-Undang yang melarang perkawinan dengan lain suku, kendatipun masih ada jejaka atu gadis enggan berpacaran dengan lain suku, karena masih terikat adat, kebudayaan, silsilah (Fam). Tidak sedikit yang membedakan warna kulit, begitu pula sifat. Karena salah menafsirkan maka orang yang berkulit hitam dikatakan berwatak keras, kasar, sebaliknya yang berkulit putih itu lembut, bersih, padahal sama saja tergantung bagaimana pendekatannya. Katajanlah seperti buah manggis memang nampak kasar, keras dan pahit dilihat dari luar, tapi isinya manis.
Jadi, yang lebih utama bukan soal perbedaan latar belakang melainkan kontak batin, cinta kasih dan kecocokan, karena hidup kekeluargaan harus dinikmati.

Kita juga harus menaati Firman Tuhan, bahwa terang dan gelap tidak akan dapat bersatu (sejodoh). Jadi, janganlah menikah dengan orang yang belum bertobat kalau ingin rumah tangga menjadi baik. Kalau belum mengenal Tuhan baiklah tunggu sampai si dia bertobat, lebih baik jangan mengikat hubungan atau berjanji sebelum anda melihat perubahan pertobatan atau percaya.
Jadi, kalau masalah perbedaan latar belakang masih membuat diri anda ragu dan perbedaan keyakinan masih menjadi permasalahan yang serius, maka sebaiknya anda bersikap dewasa dan obyektif serta berdoa dengan sungguh-sungguh mohon pimpinan Tuhan, sampai anda mendapatkan pengertian dan pasangan mantap, cocok, dan setia kepada Tuhan.

c. Perbedaan Usia.
Perkembangan zaman telah menuntut wanita turut menyingsingkan lengan, sibuk dalam studi, karier dan cita-cita, sampai tak ada waktu lagi untuk bergaul dan memikirkan kepentingannya sendiri. Ketika sudah berhasil, memiliki kekayaan yang cukup, kedudukan lumayan baru, sadar masih ada yang kurang. Segala sesuatu yang diperolehnya terasa tak ada artinya karena dia belum menikah. Ia mulai memasang aksi, sayang sedikit terlambat. Umur tak dapat dikurangi bahkan semakin bertambah. Ia semakin kalut bila mendengar temannya sudah melahirkan. Akhirnya tancap gas, masa bodoh yang masih muda sekalipun tak jadi soal, yang penting cepat menikah tanpa pikir panjang resiko di masa akan datang.pertama memang indah, setahun, dua tahun mulai menyadari ada perselisihan pendapat yang tajam, selera berbeda jenauh, terpaksa yang tua harus menuruti keinginan yang muda atau sebaliknya.

Kita memang tidak menutup mata bahwa ada pula pasangan yang menikah dengan usia yang terpaut jauh, namun dapt membina hidup kekeluargaan yang harmonis. Pasti, mereka ada resep tersendiri untuk saling menerima sebagaimana adanya.

Umumnya sang gadis lebih muda sedikit dari sang pria. Dapat juga usia sama atau yang wanita lebih sedikit dari pria. Namun usahakan tidak terlalu jauh untuk menjaga kemungkinan penyelewengan karena kurangnya kepuasan, keharmonisan, dan kesetiaan.

d. Perbedaan Sosial dan Pendidikan.
Soal berpacaran sebenarnya bukan soal kaya atau miskin, pandai atau bodoh, tetapi soal kecocokan batin, soal jodoh bukan soal lahir. Hal itu dapat diatur kemudian setelah keduanya menyatukan diri dan berpikir bersama, bekerja bersama, saling menolong, membantu, tidak hidup foya-foya atau boros sementara pasangannya membanting tulang.
Tidak juga saling memandang rendah, misalnya karena dia dari keluarga miskin, atau bodoh, maka tidak perlu tahu soal kepentingan dan urusan pasangannya. Inilah salah satu persoalan yang terjadi dalam pernikahan yang berbeda tingkat sosial dan pendidikannya. Kalau demikian halnya anda harus memutuskan sedini mungkin. keseimbanganlah yang diinginkan dengan pasangan yang diharapkan sebelum melanjutkan kepada pernikahan.

e. Masih bergantung pada Orang Tua.
Kalau seorang pemuda hidupnya masih bergantung pada orang tua, segala kebutuhannya masih disediakan sepenuhnya oleh orang tua, setiap melakukan pekerjaan dan menyelesaikan persoalan masih harus dibantu oleh orang tua, berarti ia belum siap menikah.
Sebab Alkitab mengatakan: “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Merupakan tantangan dan syarat bagi pria bila hendak menikah ia harus dapat berdiri di atas kaki sendiri, tidak menyusahkan orang tua, melainkan dapat bertanggung-jawab mencukupi kebutuhan atau keperluan keluarganya, yaitu isteri dan anak-anaknya.

Kalau menikah dengan dijamin oleh orang tua segala biaya hidupnya sampai hari tuanya, tentu banyak orang mau. Tetapi tidaklah demikian, dan perlu disadari oleh setiap pasangan muda-mudi bahwa kita berpisah dari orang tua untuk melakukan kebenaran Allah, dan Allah akan turut campur tangan. Secara fisik orang tua tidak akan terus bersama dengan kita. Kalau orang tua membantu, katakan itu sebagai berkat.

Bahagialah si gadis jika mendapat patner yang sudah dapat bertanggung-jawab sendiri, dewasa, dan dapat mengatur hidupnya sendiri, menaruh hormat dan penuh pengertian. Sebaliknya, bahagialah yang mendapatkan gadis yang mengerti patnernya, dan dapat mendorong, mencintai serta setia kepadanya.
“Lebih baik menjadi orang kecil tetapi bekerja untuk diri sendiri, dari pada berlagak besar, tetapi kekurangan makan” (Amsal 12:9).

Oleh: Ungkhe_Excited
blessingmeukisi.blogspot.com
ath_groovy@yahoo.co.id

 
3 Komentar

Ditulis oleh pada 1 Agustus 2009 inci CUCI OTAK, KARYA TULIS, REFERENSI, RENUNGAN, SEBAIKNYA ANDA TAU!

 

Tag: , , ,